Apa itu literasi? Seiring berkembangnya zaman literasi bukan perihal soal kemampuan membaca dan menulis, tetapi literasi juga diartikan sebagai kemampuan berbicara, berhitung, dan berpikir kritis dalam memecahkan masalah menggunakan potensi kemampuan diri. Jadi literasi merupakan keterampilan yang penting dalam hidup. Melalui membaca kita bisa menyerap pengetahuan dan mengeksplori dunia yang dapat bermanfaat bagi kehidupan. Terlebih membaca memberikan pengaruh budaya yang sangat kuat terhadap perkembangan literasi. Dalam pelaksanaanya literasi tidak memandang umur, gender, bahkan jabatan seseorang, siapa saja bisa membaca mulai dari anak umur 3 tahun, ayah, ibu, siswa sekolah, mahasiswa bahkan santri yang notabenya hidup di pondok pesantren.
Mengapa santri itu harus berliterasi? Santri yang literat akan membawa perubahan dan menjadi pembaru bagi generasi di masa mendatang. Terlebih, dengan pengetahuan yang dimiliki para santri bisa menyebarkan ilmu dan kebaikan bagi sesama. Menurut saya, sosok santri literat sendiri memiliki pemikiran yang kritis terhadap berbagai permasalahan sosial dan mereka juga menjadi bagian dari solusinya. Bisa dikatakan santri bukan hanya bisa membaca dan menelaah kitab kitab para ulama saja, tetapi para santri juga ikut berkontribusi dalam menuliskan ide idenya agar dibaca oleh seluruh masyarakat.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kelemahan generasi Islam pada saat ini salah satunya yaitu minimnya tingkat kemampuan literasi, terutama di kalangan pesantren. Hal ini dikarenakan masih sangat jarang pesantren yang berkomitmen untuk melestarikan tradisi membaca dan menulis sebagai upaya untuk mempertahankan dakwah Islam. Pada nyatanya, sampai saat ini prestasi literasi membaca di Indonesia masih rendah, dan berada di bawah rata rata dari negara negara yang ada di dunia. Hal ini terbukti dengan Data dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organisation (UNESCO) menunjukkan, minat baca anak Indonesia hanya 0,1%. Artinya dari 10.000 anak bangsa, hanya satu orang yang senang membaca (Mukhlisin et al., 2021).
Santri sebagai warga pondok pondok pesantren dengan basis akhlakul karimah diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam negara ini. Nah, karena sudah seharusnya kaum santri menggalakkan semangat literasi, maka dari itu santri harus mampu menegakkan islam di kancah dunia. Meskipun sebagai santri milenial, kita tetap harus melestarikan setiap budaya dengan kearifan lokal yang harus dipertahankan dan dilestarikan.
Salah satu budaya di pesantren yang memanfaatkan kegiatan literasi yaitu dengan kajian kitab kuningnya yang telah populer dan menjadi pengajaran yang efektif di seluruh lembaga pendidikan islam. Berbagai kitab karya literasi para ulama menjadi bukti nyata bahwa budaya literasi di kalangan pesantren dipertahankan. Bukan tanpa alasan, hal ini dikarenakan para santri setiap harinya membuka lembaran dari kajian kitab para ulama dan menyalinnya dalam catatan kecil sederhana, sehingga hal ini menjadi tradisi literasi santri sejak dahulu.
Tapi, pada nyatanya budaya ini tidak selalu berjalan lancar pada kalangan santri milenial. Karena seiring berkembangnya waktu banyak sekali ditemukan kajian kajian online yang lebih menarik daripada mengkaji isian dari kitab kuning. Tidak hanya itu, kurangnya kesadaran dari para santri untuk berliterasi juga menjadi tantangan seperti halnya rasa malas ketika akan mengaji. Maka, harus ada dorongan dan gebrakan dari pengelola pesantren tentang bagaimana meningkatkan semangat literasi santri.
Bagi saya terdapat empat tantangan dan juga solusi yang bisa dilakukan ketika minat untuk literasi santri menurun diantaranya yaitu, yang pertama biasanya santri sudah mulai merasakan malas ataupun bosan dengan metode mengaji di pondok pesantren karena terdapat beberapa pondok yang menerapkan sistem bandongan sehingga santri terkadang hanya mendengarkan dan juga kurang ekspresif dalam pengajian kitab tersebut. Sehingga hal ini bisa didukung dengan mengubah metodenya. Jadi, tidak hanya metode mendengarkan tetapi juga terdapat metode diskusi yang dimana dibuat kelompok yang membahas tentang kajian tematik fikih kontemporer.
Yang kedua biasanya santri memiliki kemampuan tetapi kurangnya fasilitas untuk mengembangkan kemampuan literasi tersebut. Maka yang bisa kita lakukan yaitu dengan memfasilitasi seperti diadakannya kegiatan motivasi dan juga pelatihan literasi. Demi menunjangnya kegiatan tersebut bisa dilakukan dengan mengadakan acara lomba seperti lomba mqk, lomba cerdas cermat pesantren, lomba esai dengan tema santri dan masih banyak lagi. Dengan begitu para santri bisa semakin mengembangkan potensi yang dimiliki dan membuktikan bahwa santri tidak lagi dipandang sebelah mata dalam kemampuannya memahami berbagai karya para ulama.
Ketiga, ketika seorang santri memiliki sebuah aktivitas yang sudah menjadi hobinya tidak mendapatkan apresiasi, biasanya tidak akan menumbukan suatu motivasi yang kuat untuk mempertahankan aktivitas tersebut. Hal yang bisa kita lakukan adalah mengapresiasi karya para santri dimuat di media, baik secara internal atau eksternal pesantren dengan cara memberikan reward. Reward sendiri bisa tergantung macamnya, salah satunya bisa berupa uang intensif atau mungkin beasiswa yang dapat menunjang biaya hidupnya.
Yang keempat, masih banyak pesantren di sini yang tidak mem follow up tentang prestasi-prestasi yang dimiliki oleh santri. Jadi bisa dikatakan di pesantren itu masih banyak yang tidak up to date tentang publikasi santri. Sebagai santri milenial kita bisa mempublikasikan santri-santri yang mendapat penghargaan kepada santri secara umum dengan cara membuat sebuah pamflet di sosial media baik itu Instagram, story, dan masih banyak sosial media lainnya agar nantinya mereka yang melihat ikut tertarik dan termotivasi dalam mengembangkan kompetensi literasi mereka.
Jadi, untuk meningkatkan budaya literasi maka perlu adanya gerakan yang bisa mewadahi para santri untuk menumbuhkan literasi dengan cara memperbanyak membaca dan berdiskusi. Jika hal tersebut dapat direalisasikan, seperti halnya mengkaji kitab kuning diharapkan pertumbuhan literasi akan terus berkembang dan menjadi tren positif di kalangan santri. Bahkan bukan tidak mungkin, hal itu dapat menjadi jalan bagi lahirnya para santri yang cerdas baik secara intelektual maupun secara spriritual. Mengingat banyaknya manfaat yang bisa diperoleh para santri ketika memiliki kemampuan tersebut, para santri dapat mengabadikan melalui karya atau karangan kitab dan turut andil dalam peradaban Islam melalui dakwah dari para santri itu sendiri. Karena terdapat pepatah yang mengatakan bahwa “Dengan membaca kamu mengenal dunia, dengan menulis kamu dikenal dunia”.
DAFTAR PUSTAKA
Mukhlisin, M., Isnaeni, F., Nurjaya, N., Mukhoyyaroh, M., & Masyhuri, A. A. (2021). Urgensi Literasi Digital Bagi Santri Milenial di Pondok Pesantren Rahmatutthoyibah Al Iflahah Gunung Kaler Tangerang. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (JPKM)- Aphelion, 1(2), 208.
Penulis: Fadiah Radinata Yashifa
Santri Asrama Annisa Pondok Pesantren Wahid Hasyim
0 Komentar