Ad Code

Responsive Advertisement

Kesehatan Mental Menurut Perspektif Hadis dan Tinjauan Ilmiah

 


Pada era globalisasi semua orang mudah mendapatkan informasi. Kemudahan ini banyak mempengaruhi nilai sosial dan budaya masyarakat. Salah satu pengaruhnya adalah semakin meningkatnya persaingan dalam dunia industri. Persaingan ini kemudian menyebabkan emosi seseorang semakin sulit terkendali, yang pada akhirnya membuat kondisi mental seseorang lebih rentan sakit.

Kesehatan mental menjadi salah satu problem serius yang membutuhkan perhatian khusus. Karena jika melihat fakta yang ada, tingkat bunuh diri seseorang yang terganggu kesehatan mentalnya semakin bertambah banyak. Dari segi fisiknya seseorang terkadang memang terlihat sehat dan kebutuhan materialnya juga terpenuhi. Namun, sebagian besar individu ternyata mengalami penyakit mental yang bisa dibilang cukup parah, sehingga bisa menyebabkan terjadinya bunuh diri.

Jika melihat kondisi masyarakat saat ini, kesehatan mental pada setiap individu memang tidak bisa disamaratakan. Kondisi seperti inilah yang sangat urgen untuk dibahas dan diperhatikan sepenuh hati supaya tercipta kesehatan jiwa yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Abu Zayd Ahmed Ibnu Sahl al-Balkhi, seorang dokter dari Persia, merupakan salah satu orang yang pertama kali memperkenalkan konsep mengenai kesehatan mental, atau bisa disebut dengan al-tibb al-ruhani. Istilah yang diberikan oleh al-Balkhi mengenai al-Tibb al-Ruhani digunakan untuk menjelaskan antara kesehatan spiritual dan kesehatan psikologi. Sedangkan istilah yang diberikan al-Balkhi untuk kesehatan mental adalah Tibb al-Qalb. (Mukoyah, 2022)

Sebelum membahas lebih dalam mengenai kesehatan mental yang ditinjau dari perspektif  hadis dan tinjauan ilmiah, maka perlu diketahui terlebih dahulu arti dari kesehatan mental itu sendiri. Jadi kesehatan mental didefinisikan sebagai suatu keadaan yang sejahtera, ketika setiap individu telah menyadari potensi dirinya sendiri, sehingga dapat mengatasi tekanan yang normal dalam kehidupan, bisa bekerja secara produktif, serta mampu memberikan sebuah kontribusi bagi komunitasnya.

Di dalam salah satu sumber hukum Islam yang kedua, yaitu hadis, telah dijelaskan pada hadis Riwayat Ṫirmidẓi No. 2268 sebagai berikut:

 حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَالِكٍ وَمَحْمُودُ بْنُ خِدَاشٍ الْبَغْدَادِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي شُمَيْلَةَ الْأَنْصَارِيُّ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ مِحْصَنٍ الْخَطْمِيِّ عَنْ أَبِيهِ وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ مَرْوَانَ بْنِ مُعَاوِيَةَ وَحِيزَتْ جُمِعَتْ حَدَّثَنَا بِذَلِكَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ نَحْوَهُ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ

Artinya : Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Malik dan Mahmud bin Khidasy al-Baghdadi, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Marwan bin Mu'awiyah, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Abi Syumailah al-Anshari, dari Salamah bin 'Ubaidillah bin Mihshan al-Khatmi, dari bapaknya yang pernah bertemu dengan Nabi , ia berkata: Rasulullah bersabda, "Barang siapa di antara kalian yang di pagi harinya merasa aman di tengah-tengah keluarganya, sehat jasmaninya, memiliki kebutuhan pokok yang tercukupi pada hari-harinya, maka seakan-akan dunia telah terhimpun untuknya." Abu Isa berkata: Hadis ini hasan gharib. Kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadis Marwan bin Mu'awiyah. Makna 'Hizat' adalah 'Jumi'at' (terhimpun). Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isma'il, ia berkata: Telah menceritakan demikian kepada kami al-Humaidi, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Marwan bin Mu'awiyah hadis yang semakna, sementara dalam bab ini ada hadis dari Abu Darda. (H.R.Tirmidzi No.2268).

Hadis diatas menjadi salah satu indikasi mengenai kesehatan dan kestabilan jiwa seseorang, salah satunya yaitu adanya rasa aman. Seseorang yang ketika pagi harinya mendapati rasa aman terhadap lingkungan sekitarnya, tubuhnya juga dalam keadaan sehat, serta memiliki persediaan makanan pada hari itu, maka seakan-akan seseorang tersebut telah memperoleh seluruh kenikmatan dunia. Dari hadis ini kita bisa menyimpulkan bahwa Islam menjadi agama yang sangat proporsional yang mana Islam datang untuk kepentingan duniawi dan ukhrawi secara menyeluruh. (Elkarimah, 2016)

Di dalam hadis riwayat Ibnu Majah juga dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. Telah bersabda: ”Tidak ada salahnya seseorang memiliki kekayaan asalkan dia tetap bertakwa. Akan tetapi bagi seeorang yang bertakwa kesehatan lebih baik daripada kekayaan, kemudian hati yang bahagia (thibin nafs) merupakan bagian dari kenikmatan surga”.

Dalam sebuah hadis yang merupakan salah satu sumber hukum Islam kedua sebagai pedoman dalam kehidupan manusia telah memberikan landasan moral bagi kesehatan mental mausia, di antaranya yaitu mengenai ajaran tentang kesabaran, tawakal, dan menjauhi perbuatan yang merugikan jiwa.

Kesehatan mental lahir dari sebuah kepribadian yang mantap dan semua indikator kepribadian yang mantap telah lahir dalam diri Rasulullah SAW. Beliau dapat menyeimbangkan dimensi dalam kehidupan yang ada. Beliau juga menjadi indikator dalam kesehatan mental level tinggi untuk an-nafsu al-muthmainnah. (Fuad, 2016)

Jika dilihat dari segi ilmiah, kesehatan mental bisa dipahami melalui lensa biologis, psikologis, dan sosial. Jadi faktor-faktor seperti lingkungan, keturunan, dan dukungan sosial memiliki peran penting. Di samping itu, olahraga, pola makan yang sehat, serta manajemen stres, juga harus diperhatikan secara khusus untuk menjaga keseimbangan mental seseorang.

Menurut Frank L.K. sebagaimana yang dikutip oleh Notosudirdjo dan Latipun, mengemukakan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terus tumbuh berkembang dan matang di dalam hidupnya, bisa menerima tanggung jawab, bisa memelihara aturan sosial, serta tindakan di dalam budayanya. Adapun menurut Usman Najati sebagai salah satu pakar psikologi Islam, ia mengutip beberapa pendapat dari seorang ahli ilmu jiwa mengenai indikator bahwa seseorang telah mencapai kesehatan mental yang baik, di antaranya pendapat dari Maslow, yang mengatakan bahwa: ”Seseorang yang telah mencapai kesehatan mental adalah ketika adanya hubungan dirinya dengan beberapa nilai, seperti kejujuran dalam dirinya dan kepada orang lain, memiliki keberanian dalam mengungkapkan sebuah kebenaran, dapat bertanggung jawab, dan berani mengakui siapa dirinya sebenarnya”. Kesehatan mental merujuk kepada bagaimana seorang individu dapat menyesuaikan diri dan berinteraksi baik dengan lingkungan sekitarnya, sehingga seorang individu terhindar dari gangguan mental. (Fakhriyani, 2019)

Menurut WHO (Fakhriyani, 2019), sebuah mental yang sehat memiliki beberapa karakteristik, diantaranya sebagai berikut:

1. Mampu beradaptasi

2. Dapat menjadikan sebuah pengalaman sebagai suatu pembelajaran

3. Lebih senang ketika dapat memberi daripada menerima

4. Memiliki sebuah rasa kasih sayang

5Selalu berpikir yang positif (positive thinking)

Kemudian di dalam pandangan psikologi Islam, penyakit mental yang bisa berjangkit dalam diri manusia yaitu: adanya rasa iri dan dengki, ria, rakus, was-was, serta suka berbicara berlebihan, yang bisa mendorong pada pembicaraan yang tidak berguna, bahkan dapat menjadikan seseorang itu berdusta. Jadi, kesehatan mental menurut pespektif hadis dan tinjauan ilmiah memang saling berkaitan untuk menciptakan mental yang sehat.

Menjaga kesehatan mental dalam perspektif Alquran dan hadis berprinsip wasathiyah (moderasi), dalam pemenuhan kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual. Di samping memperhatikan faktor-faktor kesehatan mental dari aspek biologis, psikologis, maupun sosial, juga harus memperhatikan aspek spirituial.

Untuk mendidik jiwa dalam diri seseorang, Rasulullah saw. telah memberikan kuncinya, yaitu dengan membenahi sebuah hati. Rasulullah saw. bersabda: “Ketahuilah sesungguhnya di dalam jasad terdapat sekerat daging, jika sekerat daging itu baik, maka akan baik seluruh jasad. Namun jika sekerat daging itu rusak, maka seluruh jasad akan rusak. Ketahuilah sekerat daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari Muslim).

Catatan: “Seorang ahli bijak pernah berkata, bahwa kesehatan itu adalah mahkota, tidak bisa merasakannya kecuali orang yang sakit. Nikmat sehat memang sangat mahal karena apalah artinya jika seseorang bergelimang harta, kaya, banyak jabatan, dan kekuasaannya tinggi, serta memiliki rumah mewah dan anak-anak yang tampan & cantik, bila tidak merasakan nikmat kesehatan. Karena itu semua manusia berlomba untuk mendapatkan nikmatnya rasa sehat. Maka kesehatan dalam diri seseorang memang menjadi suatu hal yang harus diperhatikan secara khusus.

 

Bibliografi 

Elkarimah, M. F. (2016). Kajian Al-Qur'an dan Hadis Tentang Kesehatan Jasmani dan Ruhani. Tajdid, 106.

Fakhriyani, D. V. (2019). Kesehatan Mental. Pamekasan: Duta Media Publishing.

Fuad, I. (2016). Menjaga Kesehatan Mental Perspektif Al-Qur'an dan Hadis. Journal An-nafs: Kajian dan Penelitian Psikologi, 39.

Mukoyah, A. S. (2022). Studi Kritik Hadis tentang Kesehatan Mental. Journal Gunung Djati Converence Series, 1112.

Penulis: Alfina Khairunisa
Santri Asrama Al-Hikmah, Pondok Pesantren Wahid Hasyim, Yogyakarta.

Posting Komentar

0 Komentar