Manusia dilahirkan dengan membawa fitrahnya masing-masing,
salah satu bentuk fitrah (kesuciannya) yaitu komunikasi. Melalui komunikasi
manusia dapat mengekspresikan dirinya serta dapat membentuk jaringan interaksi
sosial. Komunikasi memang sangat penting sekali dalam kehidupan, karena dengan
berkomunikasi akan membentuk sebuah interaksi sosial dengan sesama. Hal ini membuat
manusia tidak akan mengalami kesulitan dalam kehidupannya, karena mempunyai
banyak relasi yang bisa membantu. Namun
berbeda dengan seseorang yang pasif dalam berkomunikasi, mereka ketika
mengalami kesulitan akan susah mendapatkan bantuan, karena kurangnya relasi
dalam kehidupan.
Di samping
komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan, dalam komunikasi juga mempunyai
etika berbicara. Seni berbicara yang baik adalah yang efektif, efisien, serta
dapat mengontrol apa yang diucapkan sehingga bisa memberi kemaslahatan bagi
semua orang. Sebuah ucapan dalam berkomunikasi dapat memberikan dampak positif
dan negatif. Terkadang dampak negatif yang ditimbulkan dari ucapan/perkataan seseorang,
karena tidak bisa mengontrol ucapannya, dapat menyebabkan kebencian, permusuhan,
pertikaian, dan lain sebagainya. Hal tersebut terjadi karena ucapan yang tidak
beretika.
Sebelum membahas lebih lanjut maka kita
ketahui terlebih dahulu mengenai hakikat komunikasi. Menurut Muhammad Mufid
Hal-hal
tersebut bisa dihindari dengan pemahaman melalui ajaran dari Alquran dan sunah.
Sudah sepantasnya umat Islam mengikuti keteladanan Rasulullah saw. dalam
berbagai aspek karena beliau menjadi uswatun hasanah bagi semesta alam.
Telah banyak perintah dalam hadis nabi untuk menjaga lisannya ketika berbicara.
Namun faktanya, sekarang ini masih banyak seseorang yang tidak menyadari akan
pentingnya menjaga ucapan, sehingga yang terjadi adalah hal buruk yang disebabkan
lisan dalam berucap. Salah satu bahaya lisan yang tidak dijaga adalah menggunjing
seseorang
Rasulullah saw. sebagai suri tauladan yang
baik telah memberikan ajaran kepada umatnya untuk menjaga ucapannya. Banyak
perintah untuk menjaga ucapan beserta ancaman, bagi yang tidak bisa mengontrol
lisannya. Semua hal itu tertuang dalam riwayat Bukhāri nomor 5559 yang berbunyi
sebagai berikut:
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِي حَصِينٍ عَنْ
أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا
يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Telah menceritakan kepada kami, Qutaibah bin
Sa'id, telah menceritakan kepada kami, Abu Al Ahwash, dari Abu Hashin, dari Abu
Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Barangsiapa berimana kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia
mengganggu tetangganya, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir,
hendaknya ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
Akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam."
Dalam riwayat Muslim
no. 2988 disebutkan:
إِنَّ
الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ، يَنْزِلُ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا
بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
"Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan
kalimat tanpa dipikirkan terlebih dahulu, dan karenanya dia terjatuh ke dalam
neraka sejauh antara timur dan barat." (HR. Muslim no. 2988).
Hadits riwayat Malik Nomor 1563 berbunyi
sebagai berikut:
و حَدَّثَنِي
مَالِك عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ السَّمَّانِ أَنَّهُ
أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ مَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ
وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يُلْقِي لَهَا بَالًا
يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا فِي الْجَنَّةِ
Telah menceritakan kepadaku, Malik, dari
Abdullah bin Dinar, dari Abu Shalih As-Samman, ia mengabarkan kepadanya, bahwa
Abu Hurairah berkata, "Sungguh seorang laki-laki akan mengatakan satu
kalimat yang ia anggap remeh, namun justru memasukkannya ke dalam neraka
Jahannam. Dan sungguh seorang laki-laki akan mengatakan satu kalimat yang ia
anggap remeh, namun justru kalimat tersebut memasukkannya ke dalam surga."
Begitu pentingnya menjaga ucapan dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga dalam hadis nabi banyak mencantumkan matan mengenai
menjaga lisan. Rasulullah saw. telah mencontohkan dengan kelembutan dan
kesantunan beliau dalam berkomunikasi, sehingga lawan komunikasinya merasa
dimuliakan
Semenjak memasuki era reformasi, masyarakat
Indonesia telah berada pada suasana euforia, sehingga mereka merasa bebas
bicara tentang apa saja, dengan siapa saja, dan dengan cara bagaimana pun. Hal
ini terjadi setelah kehilangan kebebasan berbicara pada masa orde baru selama
32 tahun
Apalagi dalam era globalisasi sekarang,
kehidupan ala industri 4.0 suka atau tidaknya telah mengubah konektivitas
sosial. Generasi milenial mempunyai cara yang berbeda untuk merespons
perkembangan digital
Catatan : Menjaga lisan patut diperhatikan dan
menjadi renungan agar berhati-hati dalam berbicara, menjaga lidah bukan suatu
perkara yang mudah, apalagi ketika seseorang sedang dikuasai oleh amarah. Jika
tidak bisa menguasai amarah, lidah yang tidak bertulang bisa mengeluarkan
ucapan yang tidak baik, bahkan berupa sumpah serapah yang dapat menyinggung
perasaan orang lain, dan bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri atas ucapannya
yang tidak dijaga.
BIBLIOGRAFI
Aulia, S. (2022). Komunikasi
Anak Muda untuk Perubahan Sosial. (N. P. Gregorius Genep Sukendro,
Penyunt.) Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Dahlan, M. S. (2014, Juni 1). Etika Komunikasi Dalam Al-Qur''an Dan Hadis.
Jurnal Dakwah Tabligh, 15, 115-123.
Darussalam, N. L. (2019, September). Etika Berkomunikasi Perspektif Hadis.
Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 99-108.
Gery Hummamul Hafid, M. (2022). Perintah Menjaga Lisan dalam Perspektif
Hadis. Gunung Djati Conference Series, 16, 270-278.
Hakis. (2020, Juli 1). Adab Bicara Dalam Perspektif Komunikasi Islam. Jurnal
Mercusuar, 1, 43-68.
Penulis: Alfina Khairunisa
Santri Asrama Al-Hikmah, Pondok Pesantren Wahid Hasyim, Yogyakarta.
0 Komentar