Ad Code

Responsive Advertisement

Membedah Hakikat Cinta Melalui Pandangan Islam

 


Cinta adalah salah satu fitrah yang diberikan Allah kepada hamba-Nya, sehingga manusia mempunyai rasa cinta, dan menjadikan dirinya sebagai seorang makhluk yang saling kasih mengasihi terhadap sesama (Zulfikar, Waluya Jati, & Darmawan, 2022). Cinta dapat membuat seorang insan rela untuk mengabdi dan setia. Bagi Majnun, pecinta tak akan pernah takut oleh sebuah pedang. Cinta juga mampu menumbuhkan keberanian dalam diri seseorang untuk menghadapi hidup bahkan kematian sekalipun (Santosa). Manusia mempunyai rasa cinta yang besar namun terkadang lupa terhadap hakikat cinta itu sendiri. Namun sebenarnya apa arti cinta yang sesungguhnya, serta siapa yang berhak dicintai dalam pandangan Islam?

Cinta secara etimologis sendiri berasal dari bahasa sangsekerta, yaitu “citta” yang mengandung arti, “selalu dipikirkan, dikasihi, disenangi,” dari term tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia kata cinta dapat diartikan: terpikat, suka sekali, sayang benar. Jadi definisi cinta adalah suatu aktivitas seseorang terhadap sebuah objek di sekitarnya yang dilakukan dengan bentuk kasih sayang, empati, perhatian, bahkan pengorbanan penuh. Namun di samping itu, banyak ahli berpendapat bahwa konsep cinta itu memang sulit dijelaskan secara rinci. Karena cinta berhubungan dengan emosi manusia, bukan dengan sebuah logika.

Konsep cinta dalam pandangan Islam dapat dipahami melalui Alquran maupun hadis Nabi saw. Dua sumber hukum Islam, yakni Alquran dan hadis, telah banyak membahas mengenai hakikat cinta. Dalam Firman Allah Swt. surah Ali-‘Imron ayat 31 dijelaskan  sebagai berikut:

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ٣١

Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Kemudian dijelaskan juga dalam Firman Allah Swt. surat At-Taubah ayat 24 sebagai berikut:

قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ اقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ ۝٢٤

Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, pasangan-pasanganmu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, serta tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, dan daripada berjihad di jalan-Nya, tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.

Dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari No. 12 juga membahas mengenai cinta:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ قَالَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya telah menceritakan kepada kami, dari Syu’bah dari Qatadah dari Anas r.a. dari Nabi saw. dan dari Husan Al-Mu’allim, ia berkata, Qatadah telah menceritakan kepada kami dari Anas dari Nabi saw., beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian tidaklah sempurna imannya hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”

Imam Muslim juga meriwayatkannya sebagai berikut:

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ طَعْمَ الإِيمَانِ مَنْ كَانَ يُحِبُّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ وَمَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَمَنْ كَانَ أَنْ يُلْقَى فِى النَّارِ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَرْجِعَ فِى الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ

Artinya: “Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang ia akan mendapatkan manisnya iman, yakni orang yang mencintai seseorang tetapi tidak mencintainya kecuali karena Allah. Orang yang menjadikan Allah dan rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, dan orang yang lebih dicinta dimasukkan ke dalam neraka daripada kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya.” (HR Muslim)

            Dari beberapa keterangan Alquran dan hadis di  atas, maka bisa dipahami bahwa hakikat cinta dalam panadangan Islam sendiri sangatlah suci. Cinta memang harus didasari sebuah kasih sayang dan bisa dibuktikan melalui perbuatan. Apa pun yang dicintai di bumi ini memang harus di dasarkan karena Allah Swt, tidak baik ketika mencintai sesuatu hanya karena nafsu.

            Menurut Dr. Said Ramadhan, cinta itu adalah kebergantungan hati kepada sebuah sesuatu, sehingga ketika berada di dekatnya merasakan nyaman dan bila jauh akan merasakan gelisah (Ibrahim, 2018). Tetapi definisi ini konteksnya adalah cinta kepada manusia, atau makhluk hidup, dan berbeda persoalan ketika seorang hamba mencintai sang Penciptanya. Hal tersebut tidak dapat didefinisikan karena setiap hamba pasti merasakan hakikat yang berbeda kepada sang Khaliknya. Ibn Qayyim sendiri telah mengatakan, di dalam kitab Madarijus Salikin bahwa cinta itu kehidupan, sehingga orang yang tidak memiliki cinta di ibaratkan seperti orang mati (Melati Puspita Loka, 2019).

            Kata cinta dalam alquran biasa disebut dengan kata Hubb (Mahabbah), dan Wudda (Mawaddah), yang memiliki arti senang, menyukai, menyayangi (Zakirah, 2020). Islam sangat memandang tinggi hakikat cinta yang merupakan fitrah bagi manusia. Cinta dalam Islam ada beberapa tingkatan, dan di antaranya yaitu: Cinta kepada Allah, cinta kepada Rasulullah, cinta sesama mukmin. Cinta yang hanya didasari nafsu dan syahwat semata-mata itu hanyalah cinta palsu yang menjijikkan. Hakikat cinta dalam pandangan Islam yang sesungguhnya adalah cinta yang di dasari karena Allah Sang Maha Cinta dan Pemberi cinta. Pemujaan atau ibadah hanya kepada-Nya, tidak untuk yang lain serta tidak boleh menduakan-Nya. Semua semata-mata hanya karena Allah Swt. (H. Jonsi Hunadar, 2022).

            Maha Kuasanya Allah yang telah memberikan fitrah cinta kepada manusia sehingga Islam sendiri juga sebagai agama yang penuh cinta. Maka dari hal tersebut sudah sepatutnya seorang insan mengetahui apa hakikat cinta dalam islam, agar tidak salah dalam mengartikan makna cinta yang sesungguhnya. Sebenarnya rumus sebuah cinta itu sangat singkat. Ketika seseorang telah menemukan suatu hal, baik makhluk hidup maupun barang yang kemudian menjadikannya rasa senang dan nyaman, maka seseorang telah berhasil mencintai hal tersebut. Namun sebaliknya, ketika seseorang merasa tidak suka, tidak nyaman terhadap sesuatu, dan bahkan sesuatu tersebut berdampak pada rasa sakit hati, sehingga menimbulkan kebencian, maka hal itu tidak bisa dikatakan cinta lagi.

            Cinta juga bisa disebabkan karena sebuah materi seperti pintar, cantik, tampan atau hal lainnya. Hal tersebut sangat wajar, karena memang sebuah keindahan bisa mendatangkan rasa suka terhadap apa pun itu. Selain karena sebuah materi, cinta juga bisa datang karena satu frekuensi dengan seseorang, seperti orang tua, sahabat, maupun lawan jenis. Namun sebenarnya siapa yang berhak dicintai menurut Islam? Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya yang berhak untuk dicintai hanya Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Allah Swt.. Karena Allah yang menciptakan rasa cinta, sesuatu yang ada di bumi yang telah Allah ciptakan ini didasarkan atas cinta dari Allah Swt.. Maka ketika mencintai sesuatu baik benda, materi, ataupun manusia, sudah selayaknya didasarkan cinta kepada Allah Swt.. Hal tersebut merupakan hakikat cinta yang sebenarnya.

           

BIBLIOGRAFI

H. Jonsi Hunadar, H. R. (2022). Filsafat Cinta (Perspektif Ibnu Hazm El-Andalusy). (H. Pasmawati, Penyunt.) Jakarta: Rumah Literasi Publishing.

Ibrahim, S. M. (2018). Cinta Dalam Perspektif Alquran (Kajian Tafsir Khawatir Hawl Alquran Al-Karim Karya Asy-Sya'rawi). Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir (IIQ), 4.            

Melati Puspita Loka, E. R. (2019, Januari). Konsep Cinta (Studi Banding Pemikiran Ibn Qayyim Al-Jauziyyah dan Erich Fromm). Journal Syifa Al-Qulub 3, 72-84.

Santosa, N. E. (t.thn.). Selayang Pandang Tentang Cinta dan Sufisme dalam Islam. 1-8.

Zakirah. (2020). Fiqih Cinta (Cara Bijak Hukum Islam Menyemai Cinta dan Membina Keluarga). Makalah Program Pasca Sarjana UIN Alauddin, 1-29.

Zulfikar, R. A., Waluya Jati, R. S., & Darmawan, D. (2022). Risalah Cinta dalam Pandangan Hadis. Gunung Djati Conference Series, 8, 857-866.

Penulis: Alfina Khairunisa
Santri Asrama Al-Hikmah, Pondok Pesantren Wahid Hasyim, Yogyakarta.

Posting Komentar

0 Komentar